A. Pengertian anak
berkelainan
Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai
suatu kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut
memiliki nilai lebih atau kurang. Efek penyimpangan yang dialami oleh seseorang
seringkali mengundang perhatian orang-orang yang ada disekelilingnya, baik
sesaat maupun berkelanjutan.[1]
Secara ringkas Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan menyimpang dari kriteria normal baik secara fisik,
psikis, emosi dan perilaku, sehingga dalam mengembangkan potensinya memerlukan
perlakuan dan pendidikan khusus. Dalam memahami pengertian Anak Berkebutuhan
Khusus mungkin kita akan menjumpai beberapa istilah yaitu kelainan, kecacatan,
dan hambatan. Pengertian dari
istilah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Kelainan adalah ketidak normalan
fungsi sistem organ, biasanya mengacu
pada keadaan medis/organik, misalnya: keterbatasan jarak pandang (myopic),
gangguan jantung, cerebral palsy (gangguan pada syaraf otak sehingga otot
layu) gangguan pendengaran dan
sebagainya.
2. Kecacatan adalah merupakan konsekuensi fungsional
dari kelainan yang dimiliki. Seorang
anak yang mempunyai spinabifida (punggung
dengan keadaan bengkok / bungkuk (bahasa jawa), sehingga tidak dapat berjalan
tanpa tongkat penopang, berarti anak ini memiliki kecacatan. Namun, anak yang
memiliki jarak pandang yang diberikan kacamata sehingga dapat melihat dengan
baik lagi, maka anak tersebut memiliki kelainan tapi bukan kecacatan.
3. Hambatan adalah konsekuensi sosial atau lingkungan akibat
kecacatan. Banyak orang dengan kecacatan tidak harus merasa mempunyai hambatan.
Masyarakat yang justru sering membuat hambatan bagi mereka, misalnya
karena penolakan, diskriminasi,
prasangka serta berbagai akses fisik yang membatasi mereka untuk membuat
keputusan dan melakukan pilihan yang mempengaruhi hidupnya.
Sebagai contoh jika anak yang berkursi roda tidak dapat memasuki
komunitas sekolah, dia memiliki hambatan dalam memanfaatkan sarana sekolah.
Ketika sekolah dapat diakses oleh pengguna kursi roda, maka hambatan ini
hilang.
B. Jenis anak berkebutuhan
khusus
Anak berekebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya. Banyak sekali jenis ABK diantaranya adalah:
tunarungu, tunanetra, tunagrahita, autis, dows syndrome, tunalaras, dan
tunadaksa.
1. Tunarungu
Tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan kondisi
seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran. Pada anak tunarungu,
ketika dia lahir dia tidak bisa menangis.
Anak
tunarungu tidak hanya ganguan pendengaran saja yang menjadi kekurangannya.
Sebagaimana yang kita ketahui, kemampuan berbicara seseorang juga dipengaruhi
seberapa sering dia mendengarkan pembicaraan. Namun, pada anak tunarunggu tidak
bisa mendengarkan apapun sehingga dia sulit mengerti percakapan yang
dibicarakan orang. Dengan kata lain, dia pun akan mengalami kesulitan di dalam
berbicara.
Ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut:
· Kemampuan berbahasanya
terlambat
· Tidak bisa mendengar
· Lebih sering menggunakan
isyarat dalam berkomunikasi
· Ucapan kata yang diucapkan
tidak begitu jelas
· Kurang/tidak menanggapi
komunikasi yang dilakukan oleh orang lain terhadapnya
· Sering memiringkan kepala
bila disuruh mendengar
· Keluar nana dari kedua
telinga; dan
2. Tunanetra
Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami gangguan pada
indra penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
buta total dan kurang penglihatan (low vision).
Buta total bila tidak dapat melihat dua jari dimukanya atau hanya melihat
sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas.
Mereka tidak bisa mengunakan huruf lain selain huruf braile.
Sedangkan,
yang low vision adalah mereka yang bila melihat sesuatu, maka harus
didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka
yang pemandangan kabur ketika melihat objek. Untuk mengatasi permasalahan
penglihatannya, para penderita low vision ini mengunakan kacamata atau
kontak lensa.
Faktor penyebab tunanetra antara lain:
a. Pre-natal (dalam kandungan)
Faktor penyebab
tunanetra pada masa pre-natal sangat erat kaitannya dangan adanya riwayat dari
orang tuannya atau adanya kelainan pada masa kehamilan.
· Keturunan
· Perumbuhan anak didalam
kandungan
b. Post-natal
Post-natal
merupakan masa setelah bayi dilahirkan. Tunanetra bisa saja terjadi pada masa
ini.[3]
3. Tunadaksa
Tunadaksa
adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muskular dan struktur tulangyang bersifat bawaan, sakit, atau akibat
kecelakaan. Individu yang termasuk tunadaksa diantaranya celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa: ringan, yaitu
memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik tetap masih dapat
ditingkatkan melalui terapi; sedang, yaitu memiliki keterbatasan motorik dan
mengalami gangguan koordinasi sensorik; dan berat, yaitu memiliki keterbatasan total
dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.[4]
Ciri-ciri anak tunadaksa:
· Anggota gerak tubuhnya tidak
bisa digerakkan/lemah/kaku/lumpuh
· Setiap bergerak mengalami
kesulitan
· Tidak memiliki anggota gerak
lengkap
· Hiperaktif/tidak dapat
tenang; dan
· Terdapat anggota gerak yang
tak sama dengan keadaan normal pada umumnya. Misalkan, jumlah yang lebih,
ukuran yang lebih kecil, dan sebaginnya.[5]
4. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak atau orang
yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut
dengan retardasi mental. Tunagrahita ditandai dengan keterbatasan intelegensi
dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Keterbatasan inilah yang membuat para tunagrahita sulit untuk mengikuti
program pendidikan seperti anak pada umumnya. Oleh kerena itu, anak-anak ini
membutuhkan sekolah khusus dengan pendidikan yang khusus pula. Ada beberapa
karakteristik tunagrahita, yaitu:
a. Keterbatasan intelegensi
b. Keterbatasan sosial
c. Keterbatasan Fungsi Mental
Lainnya
Ciri-ciri Tubagrahita:
Pada tunagrahita, ciri-cirinya bisa dilihat jelas
dari fisik, antara lain:
· Penampilan fisik tidak
seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar
· Pada masa pertumbuhannya dia
tidak mampu mengurus dirinya
· Terlambat dalam perkembangan
bicara dan bahasa
· Cuek terhadap lingkungan
· Koordinasi gerak kurang; dan
5. Tunalaras
Tunalaras merupakan sebutan untuk individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Penderita biasanya menunjukan prilaku
yang menyimpang dan tidak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku
disekitarnya.
Secara
garis besar, anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak mangelami
gangguan emosi.
Ciri-ciri tunalaras:
Penderita tunalaras memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
· Berani melanggar aturan yang
berlaku
· Mudah emosi; dan
6. Autis
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang didapatkannya sejak
lahir atau balita, yang membuat dirinya tidak berhubungan sosial atau
berkomunikasi secara normal. Ditinjau dari segi bahasa, autis berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “sendiri”. Hal ini dilatarbelakangi karena anak
autis pada umunya hidup dengan duniannya sendiri, menikmati kesendiriannya, dan
tak ada seorang pun yang mau mendekatinya selain orang tuanya.
Secara neurologis atau berhubungan dengan sistem persarafan, autis dapat
diartikan sebagai anak yang mengalami hambatan perkembangan otak, terutama pada
area bahasa, sosial, dan fantasi. Hambatan inilah yang kemudian yang anak autis
berbeda dengan anak lainnya. Dia seakan memiliki duniannya sendiri tanpa
memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ironisnya, banyak orang yang salah dalam
memahami anak autis. Anak autis dianggap gila, tidak waras, dan sangat
berbahaya sehingga mereka seperti terisolasi dari kehidupan menusia lain dan
tidak mendapatkan perhatian secara penuh.[8]
7. Down Syndrome
Down syndrome merupakan salah satu bagian tunagrahita. Down syndrome merupakan kelainan
kromoson, yakni terbentuknya kromoson 21. Kromoson terbentuk akibat kegagalan
sepasang kromoson saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Ciri-ciri Down
syndrome tanpak nyata dilihat dari fisik penderita, misalkan tinggi badan
yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang
Mongolia. Maka, anak Down syndrome ini juga dikenal dengan sebutan
Mongoloid.
Gejala adanay Down
syndrome ini bisa tanpak atau
tidak tanpak sama sekali. Biasanya, lapisan kulit penderita Down syndrome ini tanpak keriput
meskipun usianya masih muda.[9]
8.
Kemunduran (Retardasi)
Mental
Dalam bahasa medis,
kemunduran mental disebut dengan retardasi mental. Retarnasi mental adalah keadaan
ketika intelegensia individu mengalami kemunduruan atau tidak dapat berkembang
dengan baik. Masa itu terjadi sejak individu dilahirkan. Biasanya, terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utam adalah
perkembangan mental yang sangat kurang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo artinya ” kurang” atau “sedikit” dan fren artinya
“jiwa” atau tuna-mental).
Hasil tes IQ yang sering
untuk menentukan berat atau ringannya keterbelakangan mental tidak menjadi
patokan mati untuk menentukan tingkatan keterbelakangan mental seseorang.
Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan
kemampuan sosial atau kerja.
[1] Dr. Muhammad Efendi,
M.Pd, M.Kes, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006) hal. 2
[2] Aqila Smart, Anak
Cacat bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus, (Yogyakarta: Katahati, 2010) hlm. 33-35
[3] Ibid, hlm. 36-42
[4] Aphriditta M, Panduan
Lengkap Orang Tua & Guru untuk Anak dengan Disgrafia (Kesulitan Menulis),
(Yogyakarta: Javalitera, 2012), hlm. 46
[5] Aqila Smart, Anak
Cacat bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus, (Yogyakarta: Katahati, 2010) hlm. 46
[6] Aqila Smart, Anak
Cacat bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus, (Yogyakarta: Katahati, 2010) hlm. 49-52
[7] Ibid, hlm. 53-55
[8] Aqila Smart, Anak
Cacat bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus, (Yogyakarta: Katahati, 2010) hlm. 56
[9] Aqila Smart, Anak
Cacat bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus, (Yogyakarta: Katahati, 2010) hlm. 63-64
No comments:
Post a Comment