09 May 2013

Trainers Indonesia "Kajian Sosiolinguistik dialek Sumatera (Minang dan Sriwijaya) by: Ricky"


BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau. Di samping itu, juga merupakan negara yang mempunyai suku, ras, agama, dan budaya yang beranekaragam. Walaupun demikian faktanya, negara indonesia tetap bisa bersatu dengan semboyan yang paling di banggakan yaitu “bhinneka tunggal ika”. Bahasa yang digunakan di setiap daerah pun juga berbeda-beda yang menunjukkan kekhususan daerah tersebut . seperti pepatah minang “lain padang, lain bilalang, lain lubuak, lain ikannyo”. Perbedaan ini bisa kita lihat antara bahasa 2 daerah yang hampir berdekatan, yaitu sumatera barat dan sumatera selatan. Meskipun terkadang ada beberapa kata yang sama dalam arti dan pengucapannya. Apalagi jika kita bandingkan antara daerah jawa dan daerah sumatera yang memang berbeda pulau. Hal ini tentu saja lebih memiliki banyak perbedaan.
Di daerah provinsi sumatera baik padang dan palembang kebanyakan penduduknya menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Kebanyakan kata sering mengalami perubahan dari bahasa indonesia, seperti kata ”kita” dalam bahasa indonesia, menjadi “kito” dalam bahasa sumatera. Namun pada dasarnya bahasa sumatera lebih mempunyai banyak kemiripan dengan bahasa indonesia. Hanya saja beberapa kata ada yang hurufnya di ganti, ditambah, dan dihilangkan.
       
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PENAMAAN MINANG KABAU DAN DIALEKNYA 
      1.      Asal Usul Penamaan Minang Kabau Sebagai Sebuah Suku
Alkisah pada masa lalu Ranah Minangkabau mendapat ancaman serangan dari kerajaan yang kuat dari daerah Jawa. Untuk menghindari pertempuran fisik yang pasti banyak memakan korban, orang Minangkabau melakukan diplomasi dan mengusulkan agar peperangan tersebut diganti dengan adu kerbau. Usul tersebut disetujui oleh raja dari Jawa, kemudian dikirimlah kerbau yang besar dan perkasa. Dari Minangkabau disiapkan anak kerbau tetapi yang kehausan dan di tanduknya dipasang taji.
          Saat dimulai pertarungan, ketika anak kerbau yang masih kecil itu menoleh ke kerbau dari Jawa, serta merta menyeruduk perut lawannya yang dikira ibunya dan menikam kerbau dari Jawa  hingga mati. Raja Jawa mengakui kemenangan ini dan akhirnya mengurungi niatnya untuk menyerang Minangkabau. Sejak itulah orang Minangkabau konon memakai nama Minangkabau yang berarti Menang Dalam Pertandingan Kerbau sebagai identitas budayanya.

      Suku Minangkabau memang mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan hewan ternak berkaki empat yang disebut kerbau. Itu antara lain terlihat pada berbagai identitas budaya Minang, seperti atap rumah tradisional mereka (Rumah Bogonjong). Rumah adat yang kerap disebut juga Rumah Gadang itu berbentuk seperti tanduk kerbau. Begitu pula pada pakaian wanitanya (Baju Tanduak Kabau).

      Sudah beratus-ratus tahun lamanya kerbau menjadi salah satu hewan terfavorit di Provinsi Sumbar. Badan kerbau yang besar dan kekar dianggap mampu membantu berbagai macam pekerjaan manusia. Salah satu pekerjaan kuno yang dikerjakan dengan bantuan tenaga kerbau adalah menggiling tebu. Dengan alat sederhana, sang kerbau diikat di sebilah bambu yang terhubung pada alat pemeras tebu tradisional. Selama delapan jam bekerja, sang kerbau terus-menerus berputar mengelilingi alat pemeras. Uniknya, agar sang kerbau tidak pusing kepala, mata hewan itu ditutup dengan dua buah batok kelapa yang dilapisi kain.
Air tebu hasil perasan sang kerbau itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pembuatan gula merah tradisional. Masyarakat Minang percaya gula merah hasil kerja keras sang kerbau lebih gurih ketimbang dari alat modern.

      2.      Keterkaitan Bahasa Dengan Struktur Sosial
Di beberapa daerah, bahasa mempunyai keterkaitan dengan struktur sosial.Bahasa turut memperkuat stratifikasi sosial yang sudah tertata dalam sistem sosial masyarakat tertentu. Orang tidak serta merta menggunakan bahasa yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari jika mereka berkomunikasi dengan orang atau kelompok yang dinilainya memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi, maka mereka akan menggunakan bahasa yang dinilai lebih sopan dan lebih halus.contohnya saja bahasa jawa yang mempunyai tingkatan-tingkatan bahasa.
            Adapun di daerah sumatera barat yang menganut suku minang, tidak terdapat tingkatan-tingkatan bahasa. Komunikasi antar sesama menggunakan bahasa yang biasa, yang membedakan hanyalah pada nada dan pilihan kata saja. Misalnya  seorang laki-laki berbicara kepada laki-laki lainnya yang sebaya, akan menggunakan kata “ang”, yang artinya adalah kamu. Hal yang demikian adalah lumrah. Lain halnya, ketika kita berbicara kepada orang yaang memiliki strata sosial yang lebih tinggi dalam adat. Seseorang tidak boleh menggunakan kata “ang”, atau memanggil namanya, melainkan dia harus menyebut gelar yang dimilikinya. Misalnya datuk papatiah nan sabatang.
            Di dalam adat minang kabau, apabila seorang laki-laki telah mempunyai gelar, maka orang lain akan memanggilnya dengan menyebut gelar itu, kecuali memang orang yang tidak tahu bahwa dia telah mempunyai gelar. Jika ada orang sekitar yang masih memanggilnya dengan nama aslinya, biasanya akan dikenakan denda dengan kerbau yang disembelih.

      3.      Aturan Dialek Bahasa Minang
Bahasa di daerah minang mempunyai dialek khusus yang sangat berbeda dengan daerah lain. Umumnya setiap kata yang di ucapkan hampir mempunyai kemiripan dengan bahasa indonesia. Hanya saja pada beberapa kata ada yang di tambah, dan diganti. Aturan umumnya adalah sebagai berikut:
a.       Untuk kata yang terdiri dari 3, 4, huruf yang mana jika huruf terakhirnya adalah huruf vokal a, maka biasanya di ganti dengan huruf o. Contoh pada kata iya menjadi “iyo”, apa menjadi apo, ada menjadi ado, dan kata yng lainnya. Adapun contoh kata yang terdiri dari 4 huruf yaitu kita menjadi kito.
b.      Untuk kata yang terdiri dari 6 huruf, yang huruf kedua dari kata itu adalah e biasanya diganti dengan a, dan huruf akhir dari kata tersebut adalah a, diganti dengan o. Contoh kata mengapa menjadi mangapo, kemana menjadi kamano.
c.       Untuk kata yang akhirannya uk dan uh, biasanya ditambah dengan a, menjadi uah, uak. Contoh pada kata sepuluh menjadi sapuluah, jauh menjadi jauah, duduk menjadi duduak.
d.      Untuk kata yang berakhiran at, biasanya di ganti dengan ek. Contoh kata empat menjadi ampek, dekat menjadi dakek, tempat menjadi tampek.
       4.      Persamaan Kata dengan Suku Lain
              Di antara persamaan yang terjadi antara suku minang dan suku jawa yaitu:

Lombok           : cabe, antara basah dan kering
Boto                : batu bata, botol
Golok              : parang, mendung
Urang              : udang, orang
Bali                  : pulang, beli
Godok             : rebus, sejenis makanan
Bulek               : tante, bulat
Abang             : merah, kakak laki-laki
Bedo               : berbeda, susah
Piti                   : tempat nasi, uang
Jago                 : ayam jantan, bangun

         5.      Kaitan Bahasa dan Mitos Masyarakat
Banyak mitos yang beredar di masyarakat, seperti:
a.       “Ndak elok manangih di muko nasi, beko nasinyo bisa tabang”
(tidak boleh menangis di depan nasi, nanti nasinya bisa terbang)
b.      “Ndak elok mambaco buku di wakotu maghrib, beko mato bisa buto”
(tidak boleh membaca ketika waktu maghrib, nanti matanya bisa buta)
         6.      Kirata Bahasa dan Salah Pemahaman Dalam Berbahasa
            Kirata bahasa adalah akronim dari benda yang disebutkan atau kata yang dimaksudkan. Akronim di dalam bahasa minang sendiri tidak ada. Adapun salah pemahaman bahasa adakalanya terjadi antara suku yang berbeda. Contoh kasus :
Pada suatu ketika, Buyuang pulang dari sawah sudah agak larut malam, jalan manuju rumahnya  agak sedikit gelap , singkat cerita pulanglah Buyuang sambil bernyanyi-nyanyi “kutang barendo” penghilang rasa cemas karena pulang sendiri saja hari tu..
Tibo dijalan satapak, Buyuang indak lalu ditampek biaso yang inyo lewati dek lah malam bana hari tu. Biaso ambiak jalan kanan, babeloklah inyo kakiri, sadang lamak bajalan basobok lah si Buyuang dengan si Paijo urang Jawa nan tu..
Mancaliak si Buyuang barantilah si Paijo dengan baju agak kumuah saketek.
Dengan percaya diri,disaponyolah si Buyuang tadi.. “Mas, awas hati-hati didepan kolam”, kecek si Paijo lo ka si Buyuang..
“Apo, kolam..?” Kecek waang aden takuik jo kolam..? “Alun tau waang sia aden lai…” kecek si Buyuang lo..
“Mari mas”, Paijo sambil tersenyum kedian pergi..
“Heh..itu sajo takuik pulo”, .. si Buyuang sambil maumpek-umpek dihati terus berjalan…
Tak lama kemudian…
Bruuu..kkkk…Gedubrak..Byur… Masuaklah si Buyuang tadi kadalam kolam…
Mandanga si Buyuang jatuah, babaliaklah si Paijo tadi.. “Wealah piye toh Mas…tadi tak omongin didepan ada kolam..ga mau denger.. ” ujar Paijo kepada Buyuang
“Eh, kurang aja waang ko, kecekan lah tadi ado Tobek dimuko…”
7.      Bahasa Pujian dan Bahasa Ejekan
Contoh bahasa pujian yang biasa digunakan di daerah minang
adalah “rancak bana” (bagus banget), dan kata “elok”. Adapun bahasa ejekan yang di gunakan adalah:
a.       Pantek, adalah bahasa ejekan yang paling kasar di daerah minang. Dan biasanya orang yang menyebut kata itu menandakan bahwa iya memang marah sekali.
b.      Anjiang, juga termasuk kata yang sangat kasar bila diucapkan.
c.       Pak ang, mak ang, atau pak kau, mak kau.
d.      Kurang aja.

      8.      Upaya Pemerintah dalam Melestarikan Bahasa Minang
Untuk melestarikan bahasa minang sebagai bahasa daerah, dilakukan beberapa upaya seperti :
a.       Dari pihak pemerintah sendiri, upaya yang dilakukan adalah dengan menjadikan bahasa daerah sebagai matapelajaran muatan lokal, dimulai dari kelas 4 SD, dilanjutkan tingkat SMP/MTs, dan tingkat SMA/MA, yang lebih dikenal dengan mata pelajaran BAMK (Budaya Alam Minang Kabau).
b.      Membuat siaran radio yang seluruhnya berbahasa minang.
c.       Menjadikan bahasa minang sebagai bahasa pengantar dalam beberapa upacara adat.

B. BAHASA BUMI SRIWIJAYA

1.    SEJARAH BAHASA SRIWIYA SUMATERA SELATAN
Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, dan Kerajaan Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.Baso Pelembang alus atau bebaso. Baso Pelembang alus dipergunakan dalam percakapan dengan pemuka masyarakat, orang-orang tua, atau orang-orang yang dihormati, terutama dalam upacara adat. Namun bahasa Palembang yang digunkan sekarang tidak seperti asli lagi, sehingga sangat sulit membedakan antara bahasa halus dana kasar melalui kata-kata, namun kita membedakannya melalui bagai mana cara berbicara.
Baso Palembang siri-sari, bahasa sehari-hari lebih akrab digunakan dalam bertalimarga dengan seluruh masyarakat Palembang. Dengan demikian tujuan penutur dalam membentuk tutur pun beragam. Misalnya saat penutur mempertanyakan sesuatu kapada mitra tutur akan berbeda bentuk tuturnya ketika  penutur sedang marah kepada mitra penuturbaso sehari-hari dipergunakan oleh wong Palembang dan berakar pada bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.
Berikut contoh penuturan bahasa Palembang sehari-hari:
v aman / amon = kalau

Contoh: Aman kau ke sano gek, jangan lupo bawa pempek.

Arti: Kalau kamu ke sana nanti, jangan lupa bawa pempek.

v Contoh: Asak kau dapet cepek, ku enjok mobil la.

Arti: Kalau kamu mendapatnya dengan cepat, saya kasih mobil deh.

v awak = padahal
Contoh: Awak kau yang salah, nak nyalahke wong.
Arti: Padahal kamu yang salah, mau menyalahkan orang.
v balak = masalah
Contoh: Dak usah nyari balak la, kagek celako kau.      
Arti: Tidak usah cari masalah deh, nanti kamu celaka.
v balek = pulang
Contoh: Aku abes ni nak balek ke rumah.
Arti: Saya setelah ini mau pulang ke rumah.
v balen = ulang
Contoh: Balen oi, mano ado maen cak tu.
Arti: Ulang dong, mana ada main begitu.
v baseng = terserah/sembarangan
Contoh: Baseng kau la, aku dak melok-melok bae.
Arti: Terserah kamu sajalah, saya tidak ikut (kalau terjadi masalah, saya tidak ikut kena getahnya).
v bebala = bertengkar (mulut)
Contoh: Wong sebelah ni galak bebala sampe subuh.
Arti: Orang sebelah suka bertengkar sampai subuh.
v begoco = berantem/berkelahi
Contoh: Dak usah jingok jingok, begoco be kito!
Arti: Tidak usah lihat-lihat, berantem aja kita!
v cak mano = bagaimana
Contoh: Cak mano ni? pacak dak lulus kito ni
Arti: Bagaimana ini? Bisa tidak lulus kita.
v calak = pintar, cerdik
Contoh: Oi calak nian kau e, wong ngaki kau bawak kereta.
Arti: Cerdik juga kamu ya, orang lain jalan kaki kamu bawa sepeda.
v cemeke'an = pelit
Contoh: Cemeke'an nian, goceng be dak ngasi.
Arti: Pelit sekali, mamberi lima ribu saja tidak mau.
v Cugak = kecewa
Contoh: Keno cugak be aku lantak dio.
Arti: Saya kecewa karena dia.


2.    STRUKTUR SOSIAL DALAM BAHASA
Dalam berkomunikasi masyarakata Sumatra Selatan pada umumnya menggunakan bahasa yang sangat simple, karena mereka tidak disibukkakan akan tingkatan bahasa. Dalam adatnya bahasa Sumatra Selatan tidak ada bahasa yang dinilai sopan, dan bahasa yang dinilai halus sehingga kesan pertama yang akan dilihat orang selain sumatra adalah bahwa bahasa meraka sangat kasar. Sehingga beberapa daerah yang berada disumatra, kata-kata yang menurut orang lain kasar,namun bagi mereka itu bukanlah perkataan yang kasar akan tetapi  sebuah panggilan sahabat  yang digunakan kepada meraka yang di anggap sudah sebagai teman dekat, seperti kata “anjing”.  Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada  perbedaan yang signifikan dalam berbahasa, baik yang digunakan anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Namun pengaruh teknologi dan komunikasi pasti akan mempengaruhi suatu bahasa sehingga bahasa yang digunakan orang yang masih dinilai remaja akan memberi kesan bahwa bahasa yang mereka gunakan sedikit lebih gaul begitu juga dengan anak-anak karena, mereka meniru dari kakak-kakak mereka seperti kata bro, coy, yang kesemunya itu adalah bahasa-bahasa yang diserap dari bahasa asing. Walaupun demikian orang-orang Sumatra Selatan tidak serta merta menggunakan bahasa yang pada umumnya ketika mereka berbicara dengan orang yang lebih tua, atau kelompok yang dinilai lebih sopan, mereka akan berusa berbicara dengan halus dengan cara mengurangi penekanan dalam bahasa dan lebih memeperlambat dalam berbicara. Berbeda dengan halnya ketika mereka berbicara dengan teman-teman sebayanya mereka akan menggunkaan bahasa yang pada umumnya dengan menekan suara dan berbicara lebih kuat, keras dan terkadang diakhiri dengan kata-kata yang memperkuat teman atau suku solidaritas. Contoh :
a.         nak kemano mangcik? (dipergunakan untuk orang yang dianggap sopan) artinya mau kemana paman?.. 
b.        woi.. nak kemano coy? (dipergunakan untuk teman sebaya) artinya mau kemana kawan?

3.    DIALEK BAHASA
Setiap bahasa mayoritas memiliki ciri khas dimana dengan khas ini akan mudah membedakan antara bahasa satu dan bahasa yang lainnya, dan akan menjadi kebanggaaan tersendiri bagi orang-orang yang menggunakannya, dengan khas bahasalah semua orang akan lebih menghargai dan menggangap bahasa merekalah yang sangat unik dan bagus dibanding bahasa lainnya. Begitu juga dengan masyarakat Sumatra Selatan mereka memeiliki bahasa khas yang berbeda dengan yang lainnya, kesombongan bahasa muncul ketika adanya khas ini, baik dalam logat dan dialeg bahasa. Sehingga mereka senang memamerkan bahasa mereka dengan nada kuat dan tinggi kepada orang asing yang tidak mengetahui bahasa sumatra selatan. Secara deskriptif umumnya untuk mempelajari bahasa ini sangatlah mudah karena bahasa ini sama seperti halnya dengan bahasa Indonesia namun perbedaannya hanya dilogat bahasa dan bahasa yang setiap kata akan diakhiri huruf O, namun tidak semua bahasa Indonesia bisa diberi akhiran O karena bahasa ini memiliki bahasa sendiri yang tidak ada dengan bahasa alain contoh:
a.    Kata makan tidak bisa diubah menjadi makao atau makon
b.    Kemano/ (bahasa Indonesia yang diakhiri huruf O) yang artinya kemana
c.    Cakmano? (bahasa asli)artinya gimana?

4.    PERSAMAAN BAHASA
Dalam perkembangannya Bahasa Sumatera Selatan dan bahasa yang lainnya secara umum akan mengalami kesamaan dari berbagai sisi baik redaksi atau maknannya. Kaitannnya dengan bahasa, bahasa ini juga memeliki kesamaan kata dengan bahasa lainnya sehingga memunculkan arti yang sama juga, namun ada juga memiliki kesamaan kata berbeda makna sebagai contoh kata awak dalam bahasa sumatra selatan adalah padahala, dalam bahasa padang (sumatra barat) artinya saya, dalam bahasa Indonesia artinya salah satu komponen penting dalam kapal (awak kapal)/nahkoda. Untuk lebih jelasnya bisa kita perhatikan pada contoh dibawah ini:
Cokot (jawa)                                  : cokot (Palembang) = gigit
Pagawean (jawa)                            : gawean (Palembang)= kerjaan
Dewe (jawa)                                   : dewe’an (Palembang)= sendirian
Lawang (jawa)                               : lawang (Palembang) = pintu
Njabo(jawa)                                   : jabo (Palembang) = luar
Jero (jawa) : dalam                         : jero (Palembang) = kapok
Lemak (jawa) : gajih                      : lemak (Palembang) = enak
Melu (jawa)                                    : melok (Palembang) = ikut
Metu (jawa)                                    : metu (Palembang) = keluar
Unjuk (jawa) : minum                    : enjuk (Palembang) = member
Mburi(jawa)                                   : buri (Palembang)= belakang
Kloso (jawa)                                   : klaso (Palembang)= tikar
Telu (jawa) : tiga                            : talu (Palembang) = lengah

Dengan realitas ini sehingga kita sering menemukan humor-humor yang lucu karena salah pengertian makna dari para pengguna bahasa. Contoh kasus :
“ pada suatu hari ada suku komering yang pergi kepalembang untuk membeli sebuah bola, ketika sampai ketoko olahraga orang komering tidak tau bagaimana menyebutkan kata bola dalam bahasa palembangnya sehingga ia berkata pada orang Palembang “kak ado sepak mantul-mantul dak?”  Trus orang Palembang berkata “oow bola?”... (orang komering) sepak mantul-mantul pak! (Palembang) “Iyo bola!”.. (komering) itu ado? (Palembang) Iyo bola!.. nah ito ado sepak mantul-mantulnyo kak( orang komering sambil menunjukkan kearah bola)… dalam bahasa komering bola artinya habis.

5.    PUJIAN DAN HINAAN DALAM BAHASA SUMATRA SELATAN
Pada dasaranya orang Sumatera itu memeiliki watak yang keras namun apa adanya sehingga dalam berbahasapun orang Sumatera hususnya Sumatera Selatan akan berbahasa dengan kasar dan dengan nada tinggi namun tetap ada sisi kasih sayang dan kelembutan dalam bergaul dan bahasa khusnya dengn orang lain yang bukan orang Sumatra, ia akan berusaha menghilangkan sisi kekerasan yang ada pada dirinya. Salah satu sifat fositif yang dimiliki orang Sumatra adalah mereka akan mengemukakan apa adanya sesuai apa yang meraka lihat. Sebagian orang Sumatra Apa bila ia tidak senang dengan orang lain maka ia akan berkata langsung kepada orang yang ia tidak senangi dan ini menjadikan dirinya lebih berwibawa dihadapan teman-temnnya, akan dihina dan dimaki apabila dia bermuka manis didepan namun menusuk dari belakang (bermuka masam dibelakang).
Karena siafat orang Sumatra yang berkesan blak-blakan dan apa adanya, sehingga orang Sumatera tidak bisa seindah suku lain lain yang bisa merangkai kata-kata khusus untuk pujian kepada orang, apa yang dia lihat dan rasakan itulah yang ia sampaikan contoh : “belegak nian kau hari ini bos!) cantik sekali kamu hari ini! Begitu juga dengan ejekan atau hinaan orang sumatra yang berwatak keras akan lebih keras lagi ketika dia menghina orang lain, menunjukkan tangan dan mata melotot serta memebawa senjata tajam  adalah salah satu ciri khas mereka ketika marah, tak heran setiap hari pasti ada kasus kriminal seperti pembunuhan dan mutilasi, beruntung pulau sumatra bukan pusat ibu kota sehingga kasus-kasu kriminal disana kelihatan lebih sedikit, namun faktanya kalaw kita langsung terjun kesana akan didapatkan kehidupan yang keras. Ejekan di sumatra identik kepada nasab, dan kotoran mereka sangat marah ketika teman sebayanya memanggilnya dengan nama orang tuanya seperti “halo pak sob!..(sob/sobri nama orang tua anak). Mereka akan lebih menghormati orang tua yang ketika memanggilnya menggunakan nama julukan ayahnya, karena di sumatra memiliki adat pemberian julukan kepada orang yang telah menikah. Contoh hinaan mengunakan kotoran : “woi pilat!” (pilat adalah kotoranputih  yang berada di zakar laki-laki yang belum bersunat).

6.    REKAYASA BAHASA
Pada sarnya Mitos dan mistis di daerah Sumatra sangatlah sedikit berbeda dengan daerah lainnya seperti pulau jawa sangat sarat dan kental akan mitos atau mistis. Kaitan dengan bahasa orang Sumatara juga masih menggunakan bahasa isyarat yang mengandung ketersiratan makan seperti contoh :
a.         Kalau kau jingok tengah malam ado kembang yang terbang di pucuk rumah, mako petando kageg ado tamu datang (kalawlah kamu melihat kupu-kupu yang terbang di atas rumah, maka itu adalah suatu pertanda bahawa nanti akan datang tamu).
b.        Amon makan jangan dak abis, kagek nangis pulo nasi tu! ( kalau makan jangan tidak habis, nanti nasinya nangis)

7.    UPAYA MEMPERTAHANKAN BAHASA
Suatu bahasa akan lebih mampu bertahan lama kalau daerah tersebut dekat dengan media, bahasa jawa terkenal karena salah satunya mereka dekat dengan ibu kota Negara walau tidak menutup kemungkinan orang-oarang jawa juga berkonstribusi mengenalkan bahasa meraka dengan melakukan penyebaran keselururuh kota dan desa. Begitu juga dengan bahasa Sumatera Selatan, meraka juga berusaha untuk bisa memepertahan bahasa mereka. Ini bermula ketika bahasa asli Palembang yang halus telah hilang, adapun bahasa yang digunkan sekarang sudah tidak asli lagi. Sehingga untuk mempertahan bahasanya pemerintah juga ikut berkoinstribusi dengan membuka stasisun-stasion televisi yang menggunakan Bahasa Sumatra Selatan dan radio-radio daerah yang menggunakan Bahasa Sumatra Selatan juga. Sedangkan dari masyarata itu sendiri mereka  yang memiliki bahasa akan menjaga dan melestarikan bahasa sumatra selatan dengan kesadaran, karena suatu penghinaan yang besar bagi mereka ketika mereka tidak menggunakan bahasa Sumatra Selatan ketika bertemu dengan orang Sumatra Selatan.

                                       KAJIAN SOSIOLINGUISTIK DIALEK SUMATERA
 (MINANG DAN SRIWIJAYA)


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Sosiolinguistik
Dosen Pengampu : Dr. Sembodo Ardi Widodo
Di susun oleh :
Eva rahmadhona                      (11420015)
Masliah                                    (11420060)
R.Z.Ricky Satria Wiranata      (11420086)
Endika Sepriansah                   (08420153)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012





DAFTAR PUSTAKA
http://www.minangforum.com/Thread-Sejarah-Suku-Minang yang diakses pada hari sabtu, 27 Oktober 2012, pada pukul 09.00 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/bahasa_palembang yang diakses pada hari senin, 29 Oktober 2012, pada pukul 10.00 WIB.
http://wwwpalembang.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1   &id=20 yang di akses pada hari senin, 29 Oktober 2012, pada pukul 10.00 WIB.

2 comments: