21 May 2013

Takhtijul Hadist by: eDY


                   I.            PENELITIAN SANAD DAN MATAN HADIST.
A.    Hadist tentang Roda’ah.
أَخبرنا مُحمد بن بشارٍ قال : حدثنا يحي عن مالك عن عبدالله بن أبي بكر عن عمرة عن عا  ئشة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب"[1]
Artinya: Dari Aisyah ra, berkata bahwa Rasuluallah saw. Bersabda: “Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang diharmkan arena ada hubungan nasab.”[2]
Diagram transmitter dari sanad hadist tersebut adalah sebagai berikut:



B.     Kritik Sanad Hadis.
      Hadist yang di takhrij oleh Sunan Nasa’i ini memiliki jalur sanad antara lain: Muhammad ibn basyar’, Yahya ibn Sa’id ibn fhuruh’, Malik ibn Anas, Abdullah ibn Abu Bakar, Amrah binti Abdu Rahman, Aisyah binti Abu Bakar.

Nama Perawi
TL_TW/ Umur
Guru
Murid
Jarh wa Ta’dil
Muhammad ibn basyar’ ibn Ustman ibn dawadi ibn khaisana abdi’u.
L: tahun pertama.
W: 167/ 252.
U:
67 orang guru.
§  Ibrahim ibn Umar.
§  Yahya ibn Sa’id.
§  Abdul Wahab.
25 orang murid.
§  Abu Bakar ibn Ishaq’
§  Abdullah ibn Ahmad ibn Hambal.
§   Abu Fath: “aku tidak pernah melihat seseorang yang ingatannya, kecuali dengan baik dan shidiq.
§  Abu Izza Saybani: ha’fidz.
§  Abdullah ibn Muhammad: al- thiqat, dan membaca dari semua kitab.
§  Abu Bakar Ahmad ibn Ali: yahfadu hadist.
§  Nasa’i: shalih La’ ba’sa bih.
§  Abu Hatim: Shaduq’.
§  Ajali: thiqah.
§  Ibnu Hajar: tsiqah.
§  Ibnu Khazaimah: “Imam Ahlu Zaman”.
Yahya ibn Sa’id ibn Fhuruh’ Qhatani Tamimi.
L:
W: 117/ 118
U:
96 orang guru.
§  Malik ibn Anass’.
§  Ubaidullah ibn Umar.
§  Muawiyyah ibn amar’ ibn khulab.


69 orang murid.
§  Ahmad ibn Abdullah.
§  Muhammad ibn Basyar’ .
§  Abdullah ibn Hasyim.
§  Abu Khosib: “aku tidak pernah melihat orang yang lebih baik untuk hadist.” 
§  Dzakaria ibn Yahya:”saya tidak pernah melihat laki-laki yang lebih tahu, dan tidak melihat yang lebih tahu dengan kebenaran hadist dan kesalahan.”
§  Muhammad tamim & Ishaq sama pendapatnya dengan Dzakariya.
§  Ahmad ibn Yahya: tidak melihat orang yang lebih kokoh dari Yahya.
§  Shalih ibn Ahmad: as- bata nim ha’ula’i.
§  Abu Thalib: tidak pernah melihat seperti Yahya dan belum ada dizamannya seperti ia.
§  Yahya ibn Ma’in:”asbata.”
§  Muhammad ibn Sa’id: thiqah.
§  Ajali: thiqah, beliau tidak meriwayatkan hadist kecuali dengan thiqah.
§  Husain ibn Idris: “ rajulun la yuhsanu sai’an”
§  Abu Jur’ah: as- thiqat.
§  Abu Hatim: thiqah hafidz.
§  Nasa’i: thiqah tsabt.
§  Abu Bakar ibn Khuzaimah: Imam ahlu zaman.
Malik ibn Annas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amrawi ibn Haris ibn Ustman.
L:
W: 14 rabiul awal 179 H
U:
97 orang guru.
§  Ishaq ibn Abdullah.
§  Ziyad ibn Abi Ziyad.
§  Abdullah ibn abi Bakar.
105 orang murid.
§  Abu Qutaibah’.
§  Abdullah ibn Maslamah.
§  Yahya ibn Said’ Qhatani.
§  Abbas dhuri: dhaif.
§  Yahya ibn ma’in: thiqah.
§  Ali’: kalangan sahabat yang paling kokoh.
§  Muhammad ibn Sa’ad: thiqah, aliman’, tsabatan wara’an.
§  Amr ibn ali’: asbata min ubaidillah.
§  Waqi’: tsabt.
§  Abdullah ibn Muhammad: asbata.
§  Sufyan: “a’lamu min a’limul madinah.”
§  Abu bakar ibn Khaisamah: asbata min abdullah ibn amr’.
§  Tirmizi: a’lim madinah.
§  Ishaq ibn Mansur: thiqah.

Abdulullah ibn Abi Bakar ibn Muhammad.
L:
W: 135/ 130 H.
25 orang guru.
§  Habbib ibn Hindun.
§  Sulaiman ibn Yasar.
§  Annas ibn Malik.
26 orang murid.
§  Ishaq ibn Hazim.
§  Malik ibn Annas.
§  Abu Yunus.
§  Abdu Rahman: shidq’.
§  Abdullah ibn Ahmad: hadisuhu siya’u.
§  Ishaq ibn Mansur: thiqah
§  Nasa’i: tsiqah tsbut.
Am’rah binti Abdu Raham ibn Sa’ad ibn Jura’rah Ansariyah.
L: 77 H.
W: 106 H.
8 orang guru.
§  Marwan ibn Hakim.
§  Aisyah binti Abu Bakar.
§  Ummu Salamah.
18 orang murid.
§  Haris ibn Abi Rijal.
§  Abdullah ibn Abi Bakar.
§  Muhammad ibn Muslim.
§  Ahmad ibn Ma’in: thiqah, hujjatun.
§  Ahmad ibn Abdullah: thiqah.
§  Muhammad ibn Ahmad: as- thiqat
§  Ibn Hibban didalam “ kitab Tsiqat.”
Aisyah binti Abi Bakar Shidiq Ummul Mu’minin.
L:
W: 57/58 H.
U:
7 orang guru.
§  Nabi SAW.
§  Umar ibn Khattab.
§  Abu Bakar Shidiq.
218 orang murid.
§  Ibrahim ibn Yazid.
§  Ikrimah Maula Ibnu Abbas.
§  Abu Ja’far Muhammad.
§  Termasuk sahabat, sehingga penulis bekesimpulan bahwasanya semua sahabat pasti adil.

1.      Biografi Perawi dan Kebersambungan Sanad.
a)      Muhammad ibn Basyar’ ibn Ustman.
            Muhammad ibn Basyar’ ibn Ustman memiliki nama lengkap Muhammad ibn Basyar’ ibn Ustman ibn Dawuda ibn Khaisana Abdi’, atau Bapak Abu Bakar Basri Bundhar. Ada pula yang mengatakan dengan julukan Bundhar kerena beliau Bhundar didalam hadis. Bundhar yaitu Hafidz, karena telah mengumpulkan hadist dinegaranya.[3]
             Abu Musa berpendapat bahwasanya Muhammad ibn Basyar lahir pada tahun pertama, dan tidak dijelaskan tahun pertama dari tahun apa. Ada pula Muhammad ibn Basyar pernah berkata bahwasanya beliau lahir pada saat Ham’ad ibn Salamah wafat, dan Ha’mad wafat pada tahun 167 H. Sehingga informasi inilah yang paling kuat. Sementara informasi tentang tahun wafat beliau yang dikemukakan oleh Abu Hatim adalah pada bulan Rajab tahun 252 H.[4]
            Adapun guru yang meriwayatkan hadist kepadanya kurang lebih 67 orang guru. Diantaranya adalah Abdul Malik, Muhammad ibn Abu Bakar Bhursani, Waqi’ ibn Jhara’, Yahya ibn Sa’id.. Sedangkan diantara muridnya yang kurang lebih berjumlah 25 orang yang diantaranya adalah Ibrahim ibn Ishaq, Abu Bakar Ahmad, Ismail ibn Mufail.
            Nasa’ i meriwayatkan hadist dari Muhammad ibn Basyar dengan Shigat  Akhbarana. Dengan demikian metode periwayatan yang digunakan adalah al- sima. Adapun metode periwayatan hadis dengan al- sima’, al- qira’ah, atau al- ijazah tidak disepakati penggunaannya untuk proses transmisi hadist dengan metode tertentu. Namun demikian, kebersambungan antara kedua perawi tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pertautan dan terjadinya relasi murid- guru yakni bahwa Muhammad ibn Basyar tercatat sebagai salah satu murid Yahya ibn Sa’id dan juga sebalilknya Yahya ibn Sa’id juga tersebut sebagai salah satu perawi yang mentransmisikan hadis pada Muhammad ibn Basyar’.
b)     Yahya ibn Sa’id ibn Fhuruh’.
            Yahya ibn Sa’id ibn Fhuruh memiliki nama lengkap Yahya ibn Sa’id ibn Fhuruh Qhatani Tamimi. Yang memiliki kunyah Abu Bashri’. Ada pula yang berpendapat beliau adalah “Maula Bani Tamim”.[5] Pembantu Bani Tamim. Dari informasi yang didapat oleh penulis dari kitab rijal al- hadist bahwasanya Yahya lahir pada bulan rabi’ul awal pada tahun 109, pendapat ini dikemukakan Muhammad ibn Ustman, adapula yang mengatakan 120 awal. Dan wafat pada tahun 189H, pendapat ini dikemukakan oleh Abu Bakar Abdullah ibn  Muhammad ibn Abi Aswad. Adapun menurut Ali dan Muahammad ibn Sa’id, bahwa Yahya wafat pada bulan shafar.
            Terdapat kurang lebih 96 orang guru yang meriwayatkan hadist kepadanya. Tiga diantara guru- guru beliau antara lain: Malik ibn Annas, Dzakaria ibn Abi Za’id, Ubaidillah ibn Umar. Sedangkan diantara sederetan murid- muridnya yang kurang lebih berjumlah 69 orang murid, antara lain: Muhammad ibn Basyar, Abu musa, Mu’tamar ibn Sulaiman.
            Yahya meriwayatkan hadist dari Malik dengan shigat hadasana. Kepastian adanya kebersambungan antara kedua perawi tersebut dapat dilacak pada adanya pertautan guru- murid. Dengan demikian, bisa jadi metode periwayatan yang digunakannya adalah al- sima, al- qira’ah, atau ijazah, kerena shigat tersebut tidak disepakati penggunaannya untuk proses transmisi hadist dengan metode tertentu. Namun demikian, kebersanbungan antara kedua perawi tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pertautan yang terjadinya relasi antara murid- guru, yakni bahwasanya Yahya ibn Sa’id adalah murid dari Malik ibn Annas, dan juga sebaliknya. Bahwasanya Malik tercatat dalam sederetan guru- guru Yahya ibn Sa’id.
  
c)      Malik Ibn Annas ibn Malik.
            Malik ibn Annas ibn Malik memiliki nama lengkap Malik ibn Annas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amrawi ibn Haris ibn Ustman ibn Jusail ibn Amriwi ibn Haris.[6]
            Sejauh literatur yang penulis teliti, informasi yang didapatkan hanya tahun waftanya, sementara tahun kelahirannya beraneka ragam. Keberagaman tahun wafat Malik ibn Annas ibn Malik dimaksud pada tanggal 14 rabiul awal tahun 179 H, pada masa khalifah Harun, adapun pendapat Muhammad ibn Sa’ad bahwasanya beliau wafat pada bulah Shafar tahun 179 H. Dan pendapat inilah yang paling kuat.[7]
           Sederetan guru yang meriwayatkan hadis kepadanya kurang lebih berjumlah 97 orang guru. Tiga diantaranya adalah Ibramin ibn Abi Ablaqi’, Ishaq ibn Abdullah, Abdullah ibn Abi Bakar, Thalhah ibn Abdul Malik. Sedangkan nama- nama yang berjumlah kurang lebih 105, yang diantaranya adalah Su’ai ibn Sa’id, Yahya ibn Sa’id, Abu Ali Hanafi’.[8]
           Malik ibn Annas meriwayatkan hadist dari Abdullah ibn Abi Bakar secara mu’an’an. Adanya pertautan dan hubungan murid- guru antara keduanya, cukup memberikan keyakinan yang akurat bahwa Malik ibn Annas ibn Malik adalah seorang murid dari Abdullah ibn Abu Bakar. Demikian pula Abdullah ibn Abu Bakar juga berposisi sebagai guru Malik ibn Annas. Dengan demikian antara kedua perawi tersebut terjadi kebersambungan.
d)     Abdullah ibn Abi Bakar.
            Abdullah ibn Abi Bakar mempunyai nama lengkap Abdullah ibn Abi Bakar ibn Muhammad ibn Amawi ibn Hajm’ Anshary. Adapun kunyahnya adalah Abu Muhammad. Tidak satupun litelatur rijal al- hadist yang menginformasikan tahun kelahiran Abdullah ibn Abi Bakar. Sementara informasi mengenai tahun wafatnya, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad ibn Sa’id 135 H, dan ada pula yang menyatakan 130 H.[9]
            Adapun sederatan guru yang pernah meriwayatkan hadist kepadanya kurang lebih berjumlah 25 orang guru. Diantaranya adalah Annas  Ibn Malik, Sulaiman ibn Yasar’, Yahya ibn A’bad, Ya’qub ibn Abdullah. Adapun lima  diantara 26 orang muridnya adalah Shofyan, Abdu Rahman ibn Abi Mawali, Malik ibn Annas, Abdul Malik, Muhammad ibn Ishaq.
            Abdullah ibn Abi Bakar meriwayatkan hadist dari Am’rah ibn Abdu Rahman secara mu’an’an. Karena itu, untuk membuktikan tidak adanya penyembunyian cacat, penulis mencermatinya dari umur dan tahun lahir- wafat keduanya. Sehingga dengan mengetahui secara pasti tentang hal tersebut, terjadi tidaknya pertemuan antara keduanya dapat dipastikan. Am’rah wafat pada tahun 106 H, sementara Abdullah ibn Abi Bakar wafat pada tahun 135 H. Dengan demikian, dimungkinkan keduanya pernah bertemu. Antara keduanya memiliki hubungan dalam kapasitasnya sebagai guru dan murid. Dan terbukti tercatatnya Abdullah ibn Abi Bakar sebagai salah satu murid dari Am’rah binti Abdu Rahman.
e)      Am’rah binti Abdu Rahman.
            Nama lengkapnya adalah Am’rah binti Abdu Rahman ibn Sa’ad ibn Jura’rah Ansariyah Madaniyah. Anak dari Abu Rijal Muhammad ibn Abdu Rahman Ansary. Menurut informasi dari kitab rijal al- hadist, Am’rah binti Abdu Rahman lahir pada tahun 77 H, dan wafat pada tahun 106 H, pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ubaid Muhammad ibn Yahya ibnu Khoda’. Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwasanya Am’rah wafat pada tahun 97 H.[10]
            Sederetan guru yang meriwayatkan hadis kepadanya berjumlah 8 orang guru. Tiga diantaranya adalah Aisyah binti Abi Bakar Shidiq, Ummu Salamah, Ummu Hisyam. Sedangkan nama- nama murid yang berjumlah kurang lebih 18 orang, antara lain adalah cucu dari Harisah ibn Abi Rijal, Sulaiman ibn Abi Yasar, Abdullah ibn Abi Bakar.[11]
            Am’rah binti Abdu Rahman meriwayatkan hadist dari Aisyah binti Abi Bakar secara mu’an’an. Adanya pertautan dan hubungan murid- guru antara keduanya, cukup memberikan keyakinan yang akurat bahwa Aisyah binti Abi Bakar adalah guru dari Am’rah binti Abdu Rahman. Melihat masa hidupnya Aisyah wafat pada tahun 57 H, sedangkan Am’rah binti Abi Bakar wafat pada tahun 106 H. Maka kemungkinan adanya pertautan langsung antara keduanya sangat mungkin.
f)       Aisyah binti Abi Bakar Shidiq.
            Nama lengkap Aisyah adalah Aisyah binti Abi Bakar Shidiq. Dan kunyahnya Ummu Abdillah, dan ibunya Aisyah adalah Ummu Ru’man binti Amir ibn Urraimir bin Abi Syamsin bin Attab bin Udainah bin Su’bai bin Duhman bin Haris bin Ghani bin Malik bin Kananah,dan ada yang mengatakan nasabnya selain itu.Dan berkumpul dari Bani Ghani bin Malik bin Kananah.[12]
            Rasulullah menikah dengan Aisyah di Mekkah dua tahun sebelum hijrah, dan pendapat itu dikemukakan oleh Abu Ubaidah. Dan ada juga yang mengatakan tiga tahun sebelum hijrah. Adapula yang mengatakan satu setengah tahun, dan Aisyah tinggal diMadinah.[13]
            Adapun dari informasi yang penulis dapatkan Aisyah memiliki 7 orang guru, antara lain Rasulullah SAW, Umar bin Khatab, Abu Bakar Shidiq. Sedangkan muridnya berjumlah 218 orang murid. Tiga diantaranya adalah Ikrimah maula ibn Abbas, Abu Ustman, Abu Hurairah.
            Aisyah adalah istri nabi yang banyak meriwayatka hadist, dan juga termasuk sahabatyang diyakini akan keadilannya, pribadinya, popularitasnya dan kredibelitasnya sebagai perawi hadist yang tidak perlu diragukan lagi.  Penulis jaga berpegang kepada kesepakatan jumhur ulama tentang al shahabah kuluhum ‘udul”. [14]Dengan demikian, maka penelitian terhadap kredebilitas Aisyah tidaklah diperlukan lagi. Sementara peratutan Aisyah dengan Nabi SAW jelas sangat bersambung, dan tidak perlu diragukan lagi. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh jajaran perawi dalam sanad hadist tersebut bersambung.      

2.      Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi.
a)      Muhammad ibn Basyar.
            Penilaian para kritikus hadist terhadap Muhammad ibn Basyar, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Fath dengan nilai shadiq, Abdullah ibn Muhammad: thiqah, Abu Bakar menyatakan bahwa dia yahfadu hadist, Ajaly dengan nilai: thiqah, Abu Hatim: shaduq, Nasa’I dengan nilai shalih la ba’sa bih.
            Menyimak dari penilaian- penilaian para kritikus hadist diatas, peulis dapat menyimpulkan Muhammad tergolong perawi dengan pre-dikat ta’dil, maka Muhammad tergolong perawi yang memiliki kredibilitas tinggi, walaupun pen- ta’dil- an mereka tidak sampai pada peringkat tertinggi. Namun demikian, berpijak kepada kelompok mayoritas yang memposisikan Muhammad ibn Basyar pada peringkat ta’dil ke- tiga, sehingga penilis berkesimpulan bahwasanya hadist yang diriwayatkan oleh Muhammad ibn Basyar bisa dijadikan hujjah.
b)      Yahya ibn Sa’id.
             Kritik para ulama terhadap kualitas pribadi dan kapasitas intelektual Yahya sebagaimana dikemukakan oleh Dzakaria ibn Yahya dengan nilai a’lamu bi rijal atau a’lamu bi Sawabi Hadist, Abu Fatih Az’da berpendapat dengan Dzakaria ibn Yahya, begitu juga dengan Ishaq, adapun beberapa ulama yang mengemukakan pendapatnya terhadap Yahya ibn Sa’id dengan nilai Asbata, antara lain: Shalih ibn Ahmad ibn Hambal, Muhammad ibn Husain, Abdullah, Ahmad, Ajaly berpendapat dengan nilai thiqat, begitu juga dengan Muhammad ibn Sa’id dengan nilai thiqah, Abu Hatim, dan juga Nasa’I dengan thiqah.
            Dari beberapa pernyataan ulama tentang nilai Yahya diatas, mayioritas ulama mengklasifikasikan pada jajaran perawi yang ta’dil, terutama pada tingkatan ta’dil pertama. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya Yahya ibn Sa’id adalah perawi yang thiqah, dan hadist yang diriwayatkan oleh beliau dapat dijadikan hujjah.
c)      Malik Ibn Annas Ibn Malik.
            Penilaian para ulama kritikus hadist terhadap pribadi Malik ibn Annas ibn Malik, sebagaimana disampaikan oleh Muhammad ibn Sa’id dengan ungkapan thiqah, aliman, tsubut wara’an, Abbas Dhuriyu’ dengan nilai thiqah, Ali dengan asbata, begitu juga dengan Amr ibn Ali, Abdullah ibn Ahmad, Husain ibn Hasan dan juga abu Bakar ibn Khusaimah dengan nilai Asbata’, Ishaq ibn Mansur dengan nilai thiqah, adapun Syufyan dengan nilai a’lamu min alim Madinah.
            Dengan beberapa pendapat tentang Malik ibn Annas Ibn Malik diatas, banyak dari kritikus hadist yang mengelompokkan Malik pada jajaran perawi yang ta’dil, meski hanya mancapai tingkat I, II, III. Oleh karena itu Malik merupakan perawi hadis yang hiqah dan hadis yang diriwayatkan oleh beliau bisa dijadikan hujjah.
d)     Abdullah ibn Abi Bakar.
            Pernyataan para kritikus terhadap pribadi adalah sebagaimana diungkapkan Abdu Rahman dengan rajul shadiq, Ishaq ibn Mansur dengan ungkapan thiqah, Nasa’I dengan nilai thiqah tsubut, Muhammad ibn Sa’id dengan: thiqah. Walaupun tidak mencapai tingkat ta’dil yang pertama, dan hanya mencapai ta’dil II, III,IV. Tetapi mayoritas ulama mengklasifasikan kepada ta’ dil II,III. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Abdullah ibn Abi Bakar adalah perawi yang thiqah, dan hadisnya dapat dijadikan hujjah.
e)      Am’rah binti Abdu Rahman.
            Penilaian para kritikus hadist pada Am’rah seperti dimajukan oleh Ahmad ibn Sa’id dengan nilai thiqah atau hujjah, Ahmad ibn Abdullah dengan predikat thiqah, Muhammad ibn Ahmad dengan ungkapan thiqah, Ibnu Hibban menyatakan: thiqah.
            Dengan demikian setelah memperhatikan predikat ta’ dil yang diberikan para kritikus tersebut, penulis berkesimpulan bahwa kedua perawi tersebut layak dikatagorikan sebagai perawi yang ta’dil, yang hadistnya bisa dijadikan hujjah.
3.      Meneliti Syadz dan illat’ pada Sanad Hadist.
            Dalam memeliti Syadz dan illat pada sanad hadist bisa dilihat pada kebersambungan sanad dan kualitas serta tingkatan ke- thiqah- an para perawi hadist. Setelah penulis meneliti bahwasanya jalur sanad pada hadist ini bersambung dan seluruh jajaran perawinya berpredikat thiqah, maka penulis berkesimpulan bahwasanya sanad hadis tersebut terbebas dari Syadz dan illat’.
4.       Penelitian terhadap Sanad Hadist.
            Dari keseluruhan perawi hadist diatas, yang berjumlah 6 orang yang keseluruhannya berkualitas thiqah, kendati ada beberapa pendapat jarh, tetapi bukan termasuk jarh yang parah, sehingga masih bisa ditolerir. Mencermati dari lambang periwayatan yang menggunakan shigat’ an yang digunakan oleh perawi satu, dua, tiga, empat, dan lima(Aisyah, Am’rah, Abdullah, Malik, dan juga Yahya) sehingga dapat disimpulkan bahwa hadist tersebut diklasifikasikan kedalam hadist mu’an’an. Namun demikian, berpegang pada kebersambungan sanad dan kualitas para perawi yang berpredikat thiqah, maka sanad hadis tersebut memenuhi kreteria shahih. Tetapi tidak semua perawi mencapai pada tinggkat tertinggi, sehingga penulis berkesimpulan bahwa sanad hadis tersebut termasuk dalam kategori “Hasan Isnad”.`
                II.            PENELITIAN MATAN HADIS.
A.    Kritik Matan Hadis.
            Penulis melakukan penelitian terhadap hadis yang sanadnya dipastikan berkualitas maqbul al- hujjah (sahih dan hasan il- isnad). Sementara hadis yang sanadnya berkualitas dhaif , penelitian terhadap matannya tidak dilakukan.
            Secara redaksional (matan) hadis diatas terdapat dua bentuk, tetapi mengandung makna yang sama. Yaitu antara:
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ

Dengan hadis:
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ الولادة

            Sehingga walaupun redaksi kedua hadis tersebut berbeda, tetapi maksud
didalamnya sama. Yaitu keharaman terhadap persusuan seperti keharaman terhadap hubungan nasab (wiladah).
B.     Kandungan Makna Hadis.
      Kandungan yang ada didalam hadis tersebut adalah keharaman terhadap hubungan susuan, dan hubungan sesusuan ini diumpamkan seperti keharaman terhadap hubungan nasab.
             III.            PENELITIAN MELALUI KOMPUTER.
a.      Hadist tentang Rodo’ah.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
Diagram transmiter dari sanad hadis tersebut adalah sebagai berikut:

b.      Biografi Perawi Hadist Berdasarkan Komputer.
1)     Muhammad ibn Basyar.
Ø  Nama: Muhammad ibn Basyar ibn Ustman.
Ø  Thabaqah: Kabair’ tabi’ a’tiba.
Ø  Nasab: Abadi’u.
Ø  Kunyah: Abu Bakar
Ø  Laqab: Bundhar’.
Ø  Domisili: Basrah’.
Ø  Tgl.wafat: 252 H.
Ø  Adapun guru yang kurang lebih berjumlah 72, antara lain:
1)      Yahya ibn Sa’id.
2)      Wahab ibn Jari
3)      Mu’ad ibn Hisyam.
Ø  Murid:
1)      Muhammad ibn Ismail.
2)      Yusuf ibn Ya’qub.
Ø  Rutbah: Thiqah.
Ø  Jarh’ wa Ta’dil:
1)      Ajaly: thiqah.
2)      Nasa’i: shalih la’ ba’sa bih.
3)      Abu Hatim: shaduq.
4)      Abdullah ibn Sayar’: thiqah.
5)      Ibnu Hibban: sesungguhnya dia hafal hadist.
6)      Darul Qhutni: hafidz dari kalangan ta’bian.

4)      Abdullah ibn Abi Bakar.
Ø  Nama: Abdullah ibn Abi Bakar ibn Muhammad ibn Umar ibn Hajm.
Ø  Thabaqah: Shaqir min ta’bin.
Ø  Nasab: Ansary.
Ø  Kunyah: Abu Muhammad.
Ø  Domisili: Madinah.
Ø  Wafat: Madinah, 135 H.
Ø  Sejumlah guru yang berjumlah 31, antara lian:
1)      Am’rah binti Abdu Rahman.
2)      Muhammad ibn Ali ibn Husain.
3)      Muhammad ibn Umar ibn Hajm.
Ø  Muridnya kurang lebih 20 oang antara lain:
1)      Yahya ibn Ayub’.
2)      Malik ibn Annas ibn Malik ibn Abi Amir.
Ø  Rutbah: thiqat.
Ø  Jarh wa Ta’dil:
1)      Malik ibn Annas: rajulun shidqun.
2)      Ahmad ibn Hambal: “hadisuhu shifa”.
3)      Yahya ibnMa’in: thiqat.
2)      Yahya ibn Sa’id.
Ø  Nama: Yahya ibn Sa’id ibn Fhurh.
Ø  Thabaqah: Shoqir min a’tiba.
Ø  Nasab: Qhatani Tamimi.
Ø  Kunyah: Abu Sa;id.
Ø  Laqab: Ahwal.
Ø  Domisili: Basrah.
Ø  Wafat: Basrah, 198 H.
Ø  Sederetan guru (135), antara lain:
1)      Malik ibn Annas.
2)      Malik ibn Maghul.
3)      Mus’na ibn Sa’id.
Ø  Sederetan murid(60), antara lain:
1)      Muhammad ibn Hatim
2)      Muhammad ibn Hazm.
3)      Muhammad ibn Abi Bakar.
Ø  Rutbah: “ thiqah mutaqin hafidz imam Qhadah”.
Ø  Jarh wa Ta’dil:
1)      Ibnu Mahdi: aku tidak pernah melihat orang seperti mu”.
2)      Ali ibn Madini: aku tidak pernah melihat lelaki yang lebih kokoh dari dia.
3)      Abu Zar’ah: as- thiqat hafidz.
4)      Abu Hatim: hujjatu hafidz.
5)      Nasa’i: thiqah tsubut.
5)      Am’rah binti Abdu Rahman.
Ø  Nama: Am’rah ibn Abdu Rahman ibn Sa’ad ibn Zhurarah.
Ø  Tahbaqah: Wustho min ta’biin.
Ø  Nasab: Ansariyah.
Ø  Domisili: Madinah.
Ø  Wafat: 103 H
Ø  Sederetan guru yang kurang lebih berjumlah 7 orang, antara lain:
1)      Aisyah binti Abi Bakar.
2)      Abdullah ibn Umar ibn Khatab.
3)      Ziad ibn Abi Syufyan.
Ø  Adapun muridnya (20), antara lain:
1)      Abdullah ibn Abi Bakar.
2)      Abdullah ibn Naji ibn Salamah.
Ø  Rutbah: thiqah.
Ø  Jarh waTa’dil:
1)      Yahya ibn Ma’in: thiqat hujjatun.
2)      Ali ibn Madini: seseorang yang thiqah.
3)      Ajali: thiqat.
3)      Malik ibn Annas.
Ø  Nama: Malik ibn Annas ibn Malik ibn Abi Amir.
Ø  Thabaqoh: Kabair a’tiba.
Ø  Nasab: Asbihi Hamiri
Ø  Kunyah: Abu Abdullah.
Ø  Domisli: Madinah.
Ø  Wafat: Madinah, 179 H.
Ø  Rutbah: “ rais al- muttaqinin/ dan Kabair mutasabitin.
Ø  Adapun sederetan guru yang kurang lebih berjumlah 82, antara lain:
1)      Abdullah ibn Abi Bakar.
2)      Abdullah dinar maula ibn umar.
Ø  Sejumlah murid (90- 103), antara lain:
1)      Yahya ibn Sa’id ibn Fhuruh.
2)      Yahya ibn Sa’id ibn Qhais.
3)      Yahay ibn Abdullah ibn Bakir.
Ø  Jarh wa Ta’dil:
1)      Shaqafi: hujjatu allah ala khalqihi.
2)      Yahya ibn Aksam: thiqah.
3)      Ahmad ibn Hambal: mali lebih kokoh dari segala sesuatu.
6)      Aisyah binti Abi Bakar.
Ø  Nama: Aisyah binti Abu Bakar Shidiq.
Ø  Thabaqah: Sahabat.
Ø  Nasab: Taimiyah.
Ø  Laqab: Ummu Mu’minin.
Ø  Domisili: Madinah.
Ø  Wafat: Madinah, 58 H.
Ø  Diantara guru- guru yang kurang lebih 7 orang, adalah sebagai beikut:
1)      Nabi SAW.
2)      Umar bin Khatab.
3)      Fatimah binti Rasull.
Ø  Sederetan murid yang kurang lebih berjumlah 297, antara lain:
1)      Am’rah ammatu muqatil ibn hibban.
2)      Umaru ibn Aswad.
3)      Umar ibn Sa’id ibn Asy’.
Ø  Untuk jarh wa ta’dil tidak diperlukan lagi, kerena Aisyah termasuk sahabat yang memmpunyai sifat adil.

             IV.            PEMAHAMAN HADIS.
            Pada pemahaman hadist diatas, penulis menggunakan Pendekatan Korelatif. Pendekatan Korelatif yaitu memahami hadis mutakalif dengan cara yang mengkaji hadis lain yang terkait, dengan memperhatikan keterkaitan makna satu dengan yang lain, sehingga ditemukan keterkaitan dan komprominya secara komprehensif.
Hadis tentang haramnya menikahi saudara sepersusuan dan juga nasab.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
……Rasulullah Saw. telah bersabda: “ Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang diharamkan karena ada hubungan nasab.”
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " لاَ تنكح المرأة على عمّتها ولا على خالتها (مسلم)
……Rasulullah Saw. telah bersabda: “ Jangan lah menikah seorang wanita dengan ‘amanah atau khalah (bibinya).”
Kandungan Makna Hadist:
·         Hadist pertama mengandung makna keharaman karena susuan itu seperti karena ada keharaman hubungan nasab. Adapun hubungan sesusuan yang diharamkan antara lain:
a)      Ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui. Maksudnya seorang yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu sehingga haram melakukan perkawinan.
b)      Nenek susuan, yaitu ibu yang pernah menyusui atau ibu yang dari suami yang menyusui itu.
c)      Bibi susuan, yakni saudara perempuan ibu susuan atau saudara perempuan.
d)     Kenenekan susuan perempuan.
e)      Saudara susuan perempuan.
Sedangkan keharaman karena nasab, antara lain:
a)      Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan keatas.
b)      Anak perempuan.
c)      Saudara perempuan.
d)     Bibi, saudara perempuan seayah atau seibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya keatas.
e)      Kemenekan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan saudara laki- laki atau saudara perempuan dan seterusnya kebawah.
·         Sehingga pada hadist kedua dijelaskan lebih khusus lagi. Bahwasanya haram mengumpulkan dua orang wanita dalam satu perkawinan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. Seperti yang telah dijelaskan diatas tentang kemahraman karena persusuan atau pun karena hubungan nasab.






DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin As- Suyuti, Hafidz, 2005, Sunan Nasa’i, Libanon: Darul Fikr.
Tahami, 2009, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lrengkap, Jakarta: PT. Grafindo Persada
Sumbulah, Umi, 2008, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis, Malang : UIN- Malang      Press.
Al- Mazzi, Tahdzib al- Kamal fi asma’I rijal.
 



[1] Hafidz  Jalaludin As- Suyuti, Imam As- Shindi, Sunan Nasa’i, (Libanon: Darul Fikr, 2005) Hal. 98  juz 3
[2] Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT. Grafindo Persada: 2009) Hal.66
[3] Al- Mazzi, Tahdzib al- Kamal, hal. 132باب الميم/ من اسمه محمد 
[4] Ibid. hal. 136
[5] Al- Mazzi, Tahdzib al- Kamal, hal. 91 باب الياء / من اسمه يحي
[6] Al- Mazzi, Tahdzi al- Kamal, hal.   381  باب الميم / من اسمه مالك
[7]  Ibid. hal. 389
[8] Ibid. hal. 381- 384
[9] Ibid. 47 باب العين / من اسمه عبد الله
[10] Al- Mazzi, Tahdzib al- Kamal, Juz 35 (من اسماء النساء) hal. 241
[11] Ibid. 241- 242
[12] Al- Mazzi, Tahdzib al- Kamal, Juz 22 (من اسماء النساء) hal. 372
[13] Ibid. hal 372
[14] Dr. Umi Sumbulah, M. Ag, Kritik Hadis pendekatan Historis Metodologis, (Malang,UIN- Malang Press: 2008) hal. 140

No comments:

Post a Comment